Rabu, 26 Oktober 2011

MOTIVASI

DR. EDDI SUPRAYITNO


Motivasi berasal dari kata motif yang berarti dorongan atau alasan. Motif merupakan tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang menyebabkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:80) “Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia termasuk perilaku belajar”. Sejalan dengan itu, Ratumanan (2002:72) mengatakan
bahwa; “Motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku”. Sedangkan motivasi belajar adalah “Keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Tadjab, 1994:102)”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki 3 komponen, yaitu: a) kebutuhan, kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang dimiliki dari apa yang ia harapkan; b) dorongan, merupakan kegiatan mental untuk melakukan suatu.; dan c) tujuan, tujuan adalah hal yang ingin dicapai oleh individu. Seseorang yang mempunyai tujuan tertentu dalam melakukan suatu pekerjaan, maka ia akan melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh semangat.

Pengaruh motivasi terhadap seseorang tergantung seberapa besar motivasi itu mampu membangkitkan motivasi seseorang untuk bertingkat laku. Dengan motivasi yang besar, maka seseorang akan melakukan sesuatu pekerjaan dengan lebih memusatkan pada tujuan dan akan lebih intensif pada proses pengerjaannya. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegaitan belajar dan memberikan arah pada kegiatna
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai.

Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik (Sardiman, 2005:189). Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sejalan dengan itu pula, Suryabrata (1994:72) juga membagi
motivasi menjadi 2 yaitu: a) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar; dan b) motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi meskipun tidak mendapat rangsangan dari luar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar pada dasarnya ada dua yaitu: motivasi yang datang sendiri dan motivasi yang ada karena adanya rangsangan dari luar. Kedua bentuk motivasi belajar ini sangat
berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Setiap motivasi itu bertalian erat hubungan dengan tujuan atau suatu citacita, maka makin tinggi harga suatu tujuan itu, maka makin kuat motivasi seseorang untuk mencapai tujuan. Purwanto (1996:70) mengatakan bahwa fungsi
motivasi ada 3 yaitu: a) motivasi itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motivasi ini berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi kepada seseorang untuk melakukan sesuatu; b) motivasi itu menentukan arah perbuatan ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita, dalam hal ini motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu, sehingga makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh; dan c) motivasi itu menyeleksi perbuatan kita, artinya menentukan perbuatan mana yang dilakuan dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan mengenyampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan itu.

Dalam kajian teori motivasi ada yang dikenal dengan teori kebutuhan. Teori ini dikemukakan oleh A.H. Maslow yang mengemukakan bahwa orang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena didasari adanya kebutuhan dalam dirinya, yang terbagi menjadi 5 (lima) kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup atau juga disebut kebutuhan pokok yang terdiri dari kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat
tinggal; (2) kebutuhan rasa aman yang meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan kerja dan jaminan hari tua; (3) kebutuhan sosial yang berupa kebutuhan-kebutuhan seseorang untuk diterima dalam kelompok tertentu yang menyenangkan bagi dirinya; (4) kebutuhan penghargaan seperti halnya kabutuhan bagi seorang pegawai yang bekerja dengan baik tentu ingin mendapat penghargaan dan pengakuan dari atasan ataupun pujian dari teman kerjanya atas prestasinya dan; (5) kebutuhan aktualisasi diri yang berupa kebutuhan yang muncul dari seseorang dalam proses pengembangan potensi dan kemampuannya untuk menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya (Hasibuan, 2003:104-107).

Siagian (2002:107) mengungkapkan teori motivasi yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg yang dikenal dengan Hygiene theory. Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah keberhasilan, pengakuan sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, kesempatan untuk meraih kemajuan dan pertumbuhan. Sedangkan faktor higiene yang menonjol ialah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status dan keamanan. Dalam teori ini ada yang disebut dengan istilah faktor pendorong (motivation faktor). Faktor ini dapat menyebabkan peningkatan kepuasan kerja, namun pengurangan terhadap faktor ini tidak secara otomatis mengakibatkan munculnya ketidakpuasan kerja. Di lain pihak adanya peningkatan faktor yang menimbulkan ketidak puasan cenderung untuk mengurangi ketidakpuasan kerja. Akan tetapi walaupun ada penambahan dalam faktor-faktor ini, ternyata tidak secara otomatis dapat mendorong munculnya kepuasan kerja. Jadi faktor pendorong merupakan faktor yang meningkatkan kerja sedangkan faktor penyehat sebagai pemelihara kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, manusia membutuhkan kebutuhan kesehatan dan selanjutnya setiap individu memiliki peluang untuk mengembangkan dirinya.

Sejalan dengan dua teori ketuhan terdahulu, Alferder mengelompokkan kebutuhan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) kebutuhan keberadaan yang berkaitan dengan kebutuhan untuk bisa tetap bertahan hidup seperti halnya kebutuhan untuk tetap dapat makan, minum, tempat tinggal, pakaian dan sebagainya seperti halnya kebutuhan fisiologisnya Maslow; (2) kebutuhan berhubungan yang merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan kepuasan dalam
berinteraksi dalam lingkungan hidup dan juga lingkungan kerja dan ; (3) kebutuhan berkembang yang merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. (Thoha, 2004:233)

Pada sisi lain Mc Clelland (Mangkunegara, 2004:97) menyebutkan juga adanya tiga kebutuhan manusia, yaitu : (1) Need for achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah; (2) Need for affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi atau bergabung dan bercampur dengan orang lain yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain tanpa merugikan orang lain dan ; (3) Need for power, yaitu kebutuhan untuk mimiliki kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencari otoritas dan memiliki pengaruh terhadap orang lain.

Dari teori-teori motivasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan merupakan dasar yang sangat fundamental bagi perilaku seseorang. Karena itu jika kebutuhan seseorang tidak terpenuhi cenderung untuk malas bekerja, sebaliknya jika kebutuhannya terpenuhi maka seseorang akan memiliki gairah kerja bahkan dengan semangat yang lebih tinggi.

KINERJA (Suatu Pengantar)

DR. EDDI SUPRAYITNO


Pendahuluan
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:231), Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan menajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deksripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu yang biasanya setiap akhir tahun.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas kerja, pembinaan selanjutnya, tindakan perbaikan atas pekerjaan yang kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan, serta untuk keperluan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan lainnya. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh manajemen/penyelia yang hirarkinya langsung diatas tenaga kerja yang bersangkutan atau manajemen/penyelia yang ditunjuk untuk itu.

Menurut Handoko (2000:125), penilaian kinerja adalah proses melalui dimana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan seorang pemimpin dapat melakukannya dengan memotivasi bawahannya. Seorang pemimpin tidak hanya bertujuan untuk mencapai keuntungannya sendiri, tetapi karena ia mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi.

Kinerja merupakan sistem yang memuat pengelolaan kinerja satuan kerja hingga ke individu dalam suatu organisasi atau institusi. Proses pengelolaan ini dapat diintegrasikan dalam sistem Business Iltelligent untuk tujuan menggambarkan penyelarasan beban tugas antar bagian dan menilai kinerja setiap bagian dalam mencapai target yang ditetapkan untuk setiap tahun berjalan.

Landasan utama dalam penyelenggaraan penilaian kinerja yang efektif adalah kesadaran bahwa keberhasilannya paling tidak dipengaruhi oleh masalah prosedur dan proses maupun jenis bentuk atau system pencatatan standar yang digunakan.

Selain dapat digunakan sebagai standar dalam penentuan tinggi rendahnya kompensasi serta administrasi bagi tenaga kerja. Menurut Sastrohadiwiryo (2002 : 233), penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.
2. Nasehat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan.
3. Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.
4. Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.
5. Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Jenis-Jenis Kinerja
Menurut Rivai (2005:233) ada beberapa jenis penilaian kinerja yaitu:
1. Penilaian hanya oleh atasan
a. Cepat dan langsung
b. Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi

2. Penilaian oleh kelompok lini
Atasan dan atasan bersama-sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai
a. Objektivitas lebih akurat disbanding kalau hanya oleh atasan sendiri
b. Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.

3. Penilaian oleh kelompaok staf
Atasan meminta satu atau lebih individu untuk mermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.
a. Penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar.

4. Penilaian melalui keputusan komite
Sama seperti pada pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggungjawab tidak lagi mengambil keputusan akhir, hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas.
a. Memperluas pertimbangan yang ekstrem
b. Memperlemah integritas manajer yang bertanggungjawab

5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan
Sama seperti pada kelompok staf, namun dalam hal ini melibatkan wakil dan pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen
a. Membawa satu pikiran yang tetap kedalam satu penilaian lintas sector yang besar.
6. Penilaian oleh bawahan dan sejawat
a. Mungkin terlalu subjektif
b. Mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain.

Unsur-Unsur Kinerja
Menurut Siswanto (1987:194), pada umumnya unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses penilaian pelaksanaan pekerjaan antara lain:

1. Kesetiaan
Kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan tingkah laku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam perbuatan dan melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diemban kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.

2. Prestasi Kerja
Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.

3. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

4. Keta’atan
Ketaatan adalah kesanggupan seseorang tenaga kerja untuk mentaati segala ketentuan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditentukan oleh perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

5. Kejujuran
Kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan tidak menyalahkangunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.

6. Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar besarnya.

7. Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa mununggu perintah dan bimbingan dari manajemen lininya.

8. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsure kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang mempunyai jabatan dalam perusahaan, baik Top Management, Middle Management maupun Lower Management

Faktor Penilaian Kinerja
Faktor-faktor penilaian kinerja adalah aspek yang diukur dalam proses penilaian kinerja individu. Menurut Casco dalam Handoko Kartjantoro, 2004, umumnya factor penilaian terdiri dari empat unsure utama, yaitu:
1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Prilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
3. Kompetensi, yaitu kemahiran atau penguasaan pegawai terhadap tuntutan tugas dan jabatan.
4. Potensi, yaitu pengamatan terhadap kemampuan pegawai dimasa depan.

Aspek penting dalam penilaian kinerja adalah factor-faktor penilaian itu sendiri. Ada beberapa prinsip dalam memilih factor-faktor yang menjadi penilaian yaitu:
1. Relevance, yaitu harus ada kesesuaian antara factor-faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.
2. Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai.
3. Reliability, yaitu factor penilai harus dapat dipercaya dan diukur karayawan.
4. Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik dan kinerja yang buruk.
5. Practicaliity, yaitu mudah dipahami dan diterapkan.

Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (1999:57) untuk mencapai kinerja yang baik ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: Pertama, variabel individu, yang meliputi: Kemampuan dan keterampilan; Latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, umur, etnis, jenis kelamin; Kedua, variabel organisasi, yang mencakup antara lain: Sumber daya; Kepemimpinan; Imbalan; Struktur; Desain pekerjaan; Ketiga, variabel psikologis, yang meliputi: Presepsi; Sikap; Kepribadian; Belajar; Motivasi.

Disamping factor-faktor tersebut diatas, penilaian kinerja didasarkan pada indicator sebagai berikuti:
1. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang tercapai berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
2. Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan.
3. Job Knowledge, yaitu pemahaman pegawai mengenai prosedur atau tata cara kerja serta informasi teknis tentang pekerjaan.
4. Dependability, yaitu kemampuan untuk diandalkan khususnya dalam bekerja atau kemampuan menyelesaikan pekerjaan secara tepat sesuai dengan waktu yang ditentukan.
5. Adaptability, yaitu kemampuan beradaptasi atau kemampuan menanggapi kondisi dan perubahan yang terjadi di tempat kerja.
6. Initiative, yaitu upaya untuk melakukan hal-hal baru berkaitan dengan pekerjaan.
7. Creative, yaitu kemampuan memunculkan gagasan baru atau ide-ide baru berkaitan dengan pekerjaan.
8. Problem solving, Problem solving, yaitu kemampuan dalam melakukan tindakan-tindakan untuk menjelaskan persoalan-persoalan yang timbul
9. Attendence, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan absensi atau sering tidaknya karyawan meninggalkan pekerjaan.
10. Cooperation, yaitu kesediaan pegawai untuk bekerjasama dan berpartisifasi dengan pegawai lainnya baik secara vertical maupun horizontal di dalam atau di luar pekerjaan

Jumat, 14 Oktober 2011

KINERJA
DR. EDDI SUPRAYITNO


Pendahuluan
Menurut Sastrohadiwiryo (2002:231), Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan menajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deksripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu yang biasanya setiap akhir tahun.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-masing tenaga kerja dalam mengembangkan kualitas kerja, pembinaan selanjutnya, tindakan perbaikan atas pekerjaan yang kurang sesuai dengan deskripsi pekerjaan, serta untuk keperluan yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan lainnya. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya dilakukan oleh manajemen/penyelia yang hirarkinya langsung diatas tenaga kerja yang bersangkutan atau manajemen/penyelia yang ditunjuk untuk itu.

Menurut Handoko (2000:125), penilaian kinerja adalah proses melalui dimana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan seorang pemimpin dapat melakukannya dengan memotivasi bawahannya. Seorang pemimpin tidak hanya bertujuan untuk mencapai keuntungannya sendiri, tetapi karena ia mempunyai keinginan yang kuat untuk berprestasi.

Kinerja merupakan sistem yang memuat pengelolaan kinerja satuan kerja hingga ke individu dalam suatu organisasi atau institusi. Proses pengelolaan ini dapat diintegrasikan dalam sistem Business Iltelligent untuk tujuan menggambarkan penyelarasan beban tugas antar bagian dan menilai kinerja setiap bagian dalam mencapai target yang ditetapkan untuk setiap tahun berjalan.

Landasan utama dalam penyelenggaraan penilaian kinerja yang efektif adalah kesadaran bahwa keberhasilannya paling tidak dipengaruhi oleh masalah prosedur dan proses maupun jenis bentuk atau system pencatatan standar yang digunakan.

Selain dapat digunakan sebagai standar dalam penentuan tinggi rendahnya kompensasi serta administrasi bagi tenaga kerja. Menurut Sastrohadiwiryo (2002 : 233), penilaian kinerja dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1.Sumber data untuk perencanaan ketenagakerjaan dan kegiatan pengembangan jangka panjang bagi perusahaan yang bersangkutan.
2.Nasehat yang perlu disampaikan kepada para tenaga kerja dalam perusahaan.
3.Alat untuk memberikan umpan balik (feed back) yang mendorong kearah kemajuan dan kemungkinan memperbaiki/meningkatkan kualitas kerja bagi para tenaga kerja.
4.Salah satu cara untuk menetapkan kinerja yang diharapkan dari seorang pemegang tugas dan pekerjaan.
5.Landasan/bahan informasi dalam pengambilan keputusan pada bidang ketenagakerjaan, baik promosi, mutasi, maupun kegiatan ketenagakerjaan lainnya.

Jenis-Jenis Kinerja
Menurut Rivai (2005:233) ada beberapa jenis penilaian kinerja yaitu:
1.Penilaian hanya oleh atasan
a.Cepat dan langsung
b.Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi

2.Penilaian oleh kelompok lini
Atasan dan atasan bersama-sama membahas kinerja dari bawahannya yang dinilai
a.Objektivitas lebih akurat disbanding kalau hanya oleh atasan sendiri
b.Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.

3.Penilaian oleh kelompok staf
Atasan meminta satu atau lebih individu untuk mermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan akhir.
a.Penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar.

4.Penilaian melalui keputusan komite
Sama seperti pada pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggungjawab tidak lagi mengambil keputusan akhir, hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas.
a.Memperluas pertimbangan yang ekstrem
b.Memperlemah integritas manajer yang bertanggungjawab

5.Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan
Sama seperti pada kelompok staf, namun dalam hal ini melibatkan wakil dan pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau yang independen
a.Membawa satu pikiran yang tetap kedalam satu penilaian lintas sector yang besar.

6.Penilaian oleh bawahan dan sejawat
a.Mungkin terlalu subjektif
b.Mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain.

Unsur-Unsur Kinerja
Menurut Siswanto (1987:194), pada umumnya unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses penilaian pelaksanaan pekerjaan antara lain:
1.Kesetiaan
Kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati, melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus dibuktikan dengan sikap dan tingkah laku tenaga kerja yang bersangkutan dalam kegiatan sehari-hari serta dalam perbuatan dan melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diemban kepadanya. Kesetiaan tenaga kerja terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya. Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.

2.Prestasi Kerja
Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.

3.Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.

4.Keta’atan
Ketaatan adalah kesanggupan seseorang tenaga kerja untuk mentaati segala ketentuan, peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang telah ditentukan oleh perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

5.Kejujuran
Kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan tidak menyalahkangunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.

6.Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar besarnya.

7.Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa mununggu perintah dan bimbingan dari manajemen lininya.

8.Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Penilaian unsure kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja yang mempunyai jabatan dalam perusahaan, baik Top Management, Middle Management maupun Lower Management

Faktor Penilaian Kinerja
Faktor-faktor penilaian kinerja adalah aspek yang diukur dalam proses penilaian kinerja individu. Menurut Casco dalam Handoko Kartjantoro, 2004, umumnya factor penilaian terdiri dari empat unsure utama, yaitu:
1.Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan.
2.Prilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
3.Kompetensi, yaitu kemahiran atau penguasaan pegawai terhadap tuntutan tugas dan jabatan.
4.Potensi, yaitu pengamatan terhadap kemampuan pegawai dimasa depan.

Aspek penting dalam penilaian kinerja adalah factor-faktor penilaian itu sendiri. Ada beberapa prinsip dalam memilih factor-faktor yang menjadi penilaian yaitu:
1.Relevance, yaitu harus ada kesesuaian antara factor-faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.
2.Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai.
3.Reliability, yaitu factor penilai harus dapat dipercaya dan diukur karayawan.
4.Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik dan kinerja yang buruk.
5.Practicaliity, yaitu mudah dipahami dan diterapkan.

Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (1999:57) untuk mencapai kinerja yang baik ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: Pertama, variabel individu, yang meliputi: Kemampuan dan keterampilan; Latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman, umur, etnis, jenis kelamin; Kedua, variabel organisasi, yang mencakup antara lain: Sumber daya; Kepemimpinan; Imbalan; Struktur; Desain pekerjaan; Ketiga, variabel psikologis, yang meliputi: Presepsi; Sikap; Kepribadian; Belajar; Motivasi.

Disamping factor-faktor tersebut diatas, penilaian kinerja didasarkan pada indicator sebagai berikuti:
1.Quality of work, yaitu kualitas kerja yang tercapai berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
2.Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang telah ditentukan.
3.Job Knowledge, yaitu pemahaman pegawai mengenai prosedur atau tata cara kerja serta informasi teknis tentang pekerjaan.
4.Dependability, yaitu kemampuan untuk diandalkan khususnya dalam bekerja atau kemampuan menyelesaikan pekerjaan secara tepat sesuai dengan waktu yang ditentukan.
5.Adaptability, yaitu kemampuan beradaptasi atau kemampuan menanggapi kondisi dan perubahan yang terjadi di tempat kerja.
6.Initiative, yaitu upaya untuk melakukan hal-hal baru berkaitan dengan pekerjaan.
7.Creative, yaitu kemampuan memunculkan gagasan baru atau ide-ide baru berkaitan dengan pekerjaan.
8.Problem solving, Problem solving, yaitu kemampuan dalam melakukan tindakan-tindakan untuk menjelaskan persoalan-persoalan yang timbul
9.Attendence, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan absensi atau sering tidaknya karyawan meninggalkan pekerjaan.
10. Cooperation, yaitu kesediaan pegawai untuk bekerjasama dan berpartisifasi dengan pegawai lainnya baik secara vertical maupun horizontal di dalam atau di luar pekerjaan

INOVASI DAN PRILAKU INOVASI


DR. EDDI SUPRAYITNO

1. Pengertian Inovasi

Istilah inovasi dalam organisasi pertama kali diperkenalkan oleh Schumpeter pada tahun 1934. Inovasi dipandang sebagai kreasi dan implementasi ‘kombinasi baru’. Istilah kombinasi baru ini dapat merujuk pada produk, jasa, proses kerja, pasar, kebijakan dan sistem baru. Dalam inovasi dapat diciptakan nilai tambah, baik pada organisasi, pemegang saham, maupun masyarakat luas. Oleh karenanya sebagian besar definisi dari inovasi meliputi pengembangan dan implementasi sesuatu yang baru (dalam de Jong & den Hartog, 2003) sedangkan istilah ‘baru’ dijelaskan Adair (1996) bukan berarti original tetapi lebih ke newness (kebaruan). Arti kebaruan ini, diperjelas oleh pendapat Schumpeter bahwa inovasi adalah mengkreasikan dan mengimplementasikan sesuatu menjadi satu kombinasi. Dengan inovasi maka seseorang dapat menambahkan nilai dari produk, pelayanan, proses kerja, pemasaran, sistem pengiriman, dan kebijakan, tidak hanya bagi perusahaan tapi juga stakeholder dan masyarakat (dalam de Jong & Den Hartog, 2003).

’Kebaruan’ juga terkait dimensi ruang dan waktu. ’Kebaruan’ terikat dengan dimensi ruang. Artinya, suatu produk atau jasa akan dipandang sebagai sesuatu yang baru di suatu tempat tetapi bukan barang baru lagi di tempat yang lain. Namun demikian, dimensi jarak ini telah dijembatani oleh kemajuan teknologi informasi yang sangat dahsyat sehingga dimensi jarak dipersempit. Implikasinya, ketika suatu penemuan baru diperkenalkan kepada suatu masyarakat tertentu, maka dalam waktu yang singkat, masyarakat dunia akan mengetahuinya. Dengan demikian ’kebaruan’ relatif lebih bersifat universal. ’Kebaruan’ terikat dengan dimensi waktu. Artinya, kebaruan di jamannya. Jika ditengok sejarah peradaban bangsa Indoensia, maka pada jaman tersebut maka bangunan candi Borobudur, pembuatan keris oleh empu, pembuatan batik adalah suatu karya bersifat inovatif di jamannya.

Ruang lingkup inovasi dalam organisasi (Axtell dkk dalam Janssen, 2003), bergerak mulai dari pengembangan dan implementasi ide baru yang mempunyai
dampak pada teori, praktek, produk, atau skala yang lebih rendah yaitu perbaikan
proses kerja sehari-hari dan desain kerja. Oleh karenanya, penelitian inovasi dalam organisasi dapat dilakukan dalam 3 level yaitu inovasi level individu, kelompok, dan organisasi (Adair, 1996; de Jong & Den Hartog, 2003).

Jika dilihat dari kecepatan perubahan dalam proses inovasi ada dua macam inovasi yaitu inovasi radikal dan inovasi inkremental (Scot & Bruece, 1994). Inovasi radikal dilakukan dengan skala besar, dilakukan oleh para ahli dibidangnya dan biasanya dikelola oleh departemen penelitian dan pengembangan. Inovasi radikal ini sering kali dilakukan di bidang manufaktur dan lembaga jasa keuangan. Sedangkan inovasi inkremental merupakan proses penyesuaian dan mengimplementasikan perbaikan yang berskala kecil. Yang melakukan inovasi ini adalah semua pihak yang terkait sehingga pendekatan pemberdayaan sesuai dengan model inovasi incremental ini (Bryd & Brown, 2003; Jones, 2004). Lebih lanjut De Jong & Den Hartog, (2003) menguraikan bahwa inovasi inkremental terlihat pada sektor kerja berikut ini :

i. Knowledge-intensive service (KIS) yakni usahanya meliputi pengembangan ekonomi sebagai contoh konsultan akuntansi, administrasi, R&D service, teknik, komputer, dan manajemen. Sumber utama inovasi dari kemampuan mereka untuk memberikan hasil desain yang sesuai untuk pengguna layanan mereka. Inovasi mereka hadirkan setiap kali dan tidak terstruktur.
ii. Supplier-dominated services meliputi perdagangan retail, pelayanan pribadi (seperti potong rambut), hotel dan restaurant.

Macam Inovasi berdasarkan fungsi ada dua yaitu inovasi teknologi dapat berupa produk, pelayanan atau proses produksi dan inovasi administrasi dapat bersifat organisasional, struktural, dan inovasi sosial (Brazeal & Herbert, 1997).

2. Perilaku inovatif
Pengertian perilaku inovatif menurut Wess & Farr (dalam De Jong & Kemp, 2003) adalah semua perilaku individu yang diarahkan untuk menghasilkan, memperkenalkan, dan mengaplikasikan hal-hal ‘baru’, yang bermanfaat dalam berbagai level organisasi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai shop-floor innovation (e.g., Axtell et al., 2000 dalam De Jong & Den Hartog, 2003). Pendapat senada dikemukakan oleh Stein & Woodman (Brazeal & Herbert,1997) mengatakan bahwa inovasi adalah implementasi yang berhasil dari ide-ide kreatif.

Bryd & Bryman (2003) mengatakan bahwa ada dua dimensi yang mendasari perilaku inovatif yaitu kreativitas dan pengambilan resiko. Demikian halnya dengan pendapat Amabile dkk (de Jong & Kamp, 2003) bahwa semua inovasi diawali dari ide yang kreatif. Kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan ide baru yang terdiri dari 3 aspek yaitu keahilan, kemampuan berfikir fleksibel dan imajinatif, dan motivasi internal (Bryd & Bryman, 2003). Dalam proses inovasi, individu mempunyai ide-ide baru, berdasarkan proses berfikir imajinatif dan didukung oleh motivasi internal yang tinggi. Namun demikian sering kali, proses inovasi berhenti dalam tataran menghasilkan ide kreatif saja dan hal ini tidak dapat dikategorikan dalam perilaku
inovatif.

Dalam mengimplementasikan ide diperlukan keberanian mengambil resiko karena memperkenalkan ‘hal baru’ mengandung suatu resiko. Yang dimaksud dengan pengambilan resiko adalah kemampuan untuk mendorong ide baru menghadapi rintangan yang menghadang sehingga pengambilan resiko merupakan cara mewujudkan ide yang kreatif menjadi realitas (Bryd & Brown, 2003). Oleh karenanya, jika tujuan semula melakukan inovasi untuk kemanfaatan organisasi, tetapi jika tidak dikelola dengan baik justru menjadi bumerang. Adapun inovasi yang sesuai dengan perilaku inovatif adalah inovasi inkremental. Dalam hal ini, yang melakukan inovasi bukan hanya para ahli saja tetapi semua karyawan yang terlibat dalam proses inovasi tersebut. Oleh karenanya sistem pemberdayaan karyawan sangat diperlukan dalam perilaku inovatif ini.

Daftar Pustaka
Adair, J. 1996. Effective Innovation. How to Stay Ahead of the Competition. London: Pan Books.
Byrd, J & Brown, P.L. 2003. The Innovation Equation. Building Creativity and Risk Taking in Your Organization. San Fransisco: Jossey-Bass/Pfeiffer. A Wiley Imprint. www.pfeiffer.com
De Jong, J & Hartog, D D. 2003. Leadership as a determinant of innovative behaviour. A Conceptual framework. http://www.eim.net/pdf-ez/H200303.pdf. 21 April 2006
De Jong, JPJ & Kemp, R. 2003. Determinants of Co-workers’s Innovative Behaviour: An Investigation into Knowledge Intensive Service. International Journal of Innovation Management. 7 (2) (Juni 2003) 189 - 212. Diakses melalui EBSCO Publisher 22 Maret 2005.
Janssen, O. 2003. Innovative Behaviour and Job Involvement at the Price Conflict and Less Satisfactory Relations with Co-workers. Journal of Occupational and Organizational Psychology. 76. 347 - 364. Diakses melalui EBSCO Publisher 22 Maret 2005.
Scott, S. G & Bruce, R. A. 1994. Determinants of Innovative behavior: A Path Model Of Individual Innovation in the Workplace. Academy of Management Journal.. 37 (3) 580-607. Diakses melalui EBSCO Publisher 22 Maret 2005.